Wayang merupakan bentuk kekayaan kebudayaan bangsa Indonesia. Kata wayang berasal dari bahasa Jawa "wewayangan" yang berarti bayangan. Disebut wayang atau wewayangan karena untuk menonton pertunjukkan wayang, penonton berada dibelakang layar atau kelir. Sang dhalang memainkan wayang diterangi sebuah lampu sehingga menimbulkan bayangan pada kelir. Penonton tidak bisa melihat sang dhalang melainkan hanya dapat melihat bayangan wayang yang sedang dimainkan sang dhalang.
Jenis-jenis Wayang
Wayang berkembang menjadi beragam jenis, kebanyakan menggunakan Ramayana dan Mahabarata sebagai induk ceritanya. Sedangkan alat peraganya berkembang menjadi beberapa macam antara lain terbuat dari kain, kertas, kulit, kayu, dan juga orang. Perkembangan wayang ini dipengaruhi oleh kebudayaan daerah setempat. Berikut ini beberapa jenis wayang yang ada di Indonesia.
Wayang Beber
Wayang beber iciptakan pada zaman Majapahit sebagai hasil perkembangan dari relief-relief yang Terdapat pada Candi Panataran. Isi cerita tak berbeda dengan Wayang Purwa. Wayang beber terdiri dari adegan-adegan yang dilukis pada kain halus. Satu gulung cerita wayang beber berisi 16 adegan. Berbeda dengan jenis wayang yang lain, wayang beber tidak dipegang oleh sang dhalang. Pada saat pagelaran wayang bagian gambar yang menampilkan adegan lakon itu dibuka dari gulungannya, dan sang dhalang menceritakan kisah yang terlukis dalam adegan.
Wayang beber pada umumnya menceritakan kisah percintaan Raden Panji Asmara Bangun dengan Dewi Galuh Candra Kirana, yang dalam kehidupan rumah tangganya penuh kesengsaraan, namun akhirnya mereka hidup bahagia.Wayang beber banyak dimainkan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian selatan antara lain Solo, Pacitan, dan Kediri. Tehnik membentangkan kain layar inilah yang memberi nama Wayang Beber pada seni pertunjukan tersebut. (beber=bentang). Lakon dalam wayang beber antara lain : Andhe-andhe Lumut, Keong Emas, dan Panji Jaka Kembang Kuning.
Wayang Purwa
Purwa berarti terdahulu atau yang pertama, oleh karena itu lakon wayang purwa menggambarkan kisah tentang kitab Mahabarata dengan inti cerita perang
“Barata Yuda” Yaitu perang saudara keturunan Barata, yaitu antara keluarga Pandawa dan Astina yang memperebutkan kerajaan Amartapura yang akhirnya dimenangkan oleh keluarga Pandawa. Cerita wayang Purwa ini pada awalnya berwujud lukisan yang dibuat pada daun lontar oleh Prabu Jayabaya raja Kediri.
Kemudian di masa kerajaan Majapahit sampai Demak terjadi perubahan bentuk wayang baik teknik maupun bahan baku pembuatan wayang seperti apa yang kita lihat sampai sekarang. Yaitu melalui proses pahatan, lukisan dengan bentuk pandang samping terbuat dari kulit hewan. Wayang terbuat dari kulit tipis mirip kertas kulit dan ukuranya tingginya mulai 6 inci hingga lebih dari 3 kaki. Bentuk tubuh, ukuran, pewarnaan, jenis hiasan kepala, dan gaya pakaian tiap tokoh beberda satu dengan lainya. Lakon dalam wayang purwa antara lain : Baratayuda, Bale sigala-gala, Anoman Duta, dan Dewa Ruci
Wayang Madya
Wayang zaman tengah ini hasil kreatifitas Raja Mangkunegara IV, Surakarta. Isi Ceritanya merupakan kelanjutan dari cerita wayang purwa, yaitu sesudah pemerintahan Prabu Parikesit sampai zaman pemerintahan kerajaan Jenggala Kediri. Menurut Raden Samsudjin, cerita Wayang Madya merupakan saduran dari karangan Pujangga terkenal Raden Ngabehi Ronggowarsito.
Wayang Golek Sunda
Wayang ini berbentuk boneka kecil dengan semacam cempurit untuk pegangan tangan sang dhalang. Sama dengan wayang purwa cerita dalam wayang golek sunda juga menggunakan induk cerita serial Ramayana dan Mahabarata. Wayang golek sunda juga diiringi oleh seperangkat gamelan lengkap dengan pesindennya. Bedanya wayang golek sunda tidak menggunakan kelir sehingga penonton dapat langsung menyaksikan para tokoh wayang yang diperagakan dhalang. Selain wayang golek purwa di Jawa Barat juga terdapat wayang golek pakuan yang menceritakan berbagai legenda tanah Pasundan.
Ada beberapa ciri khusus dalam wayang golek sunda yaitu kepala wayang dapat diputar ke kiri maupun ke kanan. Tangan juga dapat digerakan dengan bebas untuk menari dan bahkan untuk melakukan gerakan beladiri
Wayang Golek Menak
Wayang Golek menak atau disebut juga wayang Tengul. Wayang ini menggunakan peraga wayang berbentuk boneka kecil atau golek yang terbuat dari kayu. Selain berbentuk golek wayang menak juga ada yang berbentuk kulit. Wayang ini diciptakan oleh Ki Trunadipa seorang dhalang dari Baturetno, Surakarta pada zaman pemerintahan Mangkungara VII.
Induk cerita bukan diambil dari Ramayana dan Mahabarata, melainkan dari cerita Menak yang berasal dari negeri Arab. Kisah ceritanya berkisar pada masa perjuangan Nabi Muhammad SAW yang menyebarkan agama Islam. Walaupun tokoh ceritanya orang Arab peraga wayang menak mirip dengan Wayang Golek Sunda, antara lain dengan memberikan kuluk, sumping, jamang, dan sebagainya
Wayang Krucil
Sering dianggap sama dengan wayang Klitik, anggapan itu disebabkan karena wayang krucil terbuat dari kayu pipih. Yang berbeda adalah induk cerita yang diambil lakon-lakonya. Wayang krucil mengambil lakon dari kisah cerita Damar Wulan. Misalnya cerita Damar Wulan Ngenger, yang menceritakan kisah Damar Wulan saat menjadi penggembala. Adalagi cerita Damar Wulan Menakjinggo, ayang mengisahkan pertempuran antara Damar Wulan dan Menakjinggo seorang patih dari Blambangan yang memberontak.
Wayang Klitik
Wayang Klitik terbuat dari kayu pipih yang dibentuk dan disungging menyerupai wayang purwa. Hanya bagian tangan peraga wayang yang bukan dari kayu pipih melainkan terbuat dari kulit, agar lebih awet dan ringan menggerakannya. Pada wayang klitik cempuritnya merupakan kelanjutan dari bahan kayu pembuat wayangnya. Wayang ini diciptakan pada tahun 1648, dan tidak diketahui siapa yang menciptakannya. Pementasan wayang klitik juga diringi gamelan dan pesinden tetapi tidak menggunakan kelir sehingga penonon dapat langsung menyaksikan tokoh wayang.
Wayang Wong / Wayang Orang
Wayang ini sudah dikenal sejak pemerintahan Mangkunegoro IV Surakarta. Isi cerita seperti pada wayang Purwa. Tokoh-tokoh pelakunya dimainkan oleh orang. Dimainkan di atas panggung dengan dekorasi seperti sandiwara. Dalang masih berperan aktif dalam wayang ini. Menurut Mulyadi, dokumen-dokumen resmi tentang asal-usul “wayang orang” tidak ada.
Orang Solo menyatakan bahwa Wayang Orang itu pertama kalinya telah diperintahkan penyelenggaraannya oleh Mangkunegoro V. Menurut orang Yogya. Wayang Orang itu ciptaan Hamengkubuwono I. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya ke dua raja di Solo dan di Yogya itu bukan yang menciptakan melainkan hanya menyempurnakan saja dengan menyamakan bentuk pakaian yang digunakan oleh pelakon dengan bentuk wayang kulit baik dalam pakaiannya, maupun bentuk perhiasan pakaiannya yang disesuaikan dengan gambar wayang kulit.
Awalnya Wayang Orang ini hanya dimainkan di istana oleh keluarga raja, seiring waktu Karena digemari juga oleh rakyat akhirnya dipergelarkan juga untuk rakyat. Rombongan terkenal dari Wayang Orang ini beberapa diantaranya adalah, Ngesti Pandowo (Semarang), Sriwedari (Solo), Cipta Kawedar, dan Bharata (Jakarta).
Wayang Perjuangan / Wayang Suluh
Wayang Perjuangan dinamakan juga Wayang Sandiwara. Cerita wayang ini berupa kebaikan dan keburukan yang menggambarkan betapa kekejaman kolonialis Belanda selama 350 tahun menjajah Indonesia, penjajahan Jepang tiga setengah tahun, sampai zaman kemerdekaan. R.M. Sayid Sala tahun 1944 turut mencipta wayang ini. Ada juga yang memberi nama wayang Perjuangan atau wayang sandiwara ini dengan nama Wayang Suluh karena digunakan sebagai media penerangan atau penyuluhan, seperti yang dilakukan Jawatan Penerangan R.I. / RRI.
Menurut R. Samsoedjin, Wayang Perjuangan atau Wayang Suluh diciptakan oleh Badan Kongres Pemuda R.I. tahun 1946/1947 di Yogyakarta. Adapun bentuk wayangnya Realistis tidak mengalami perubahan bentuk sebagai mana wayang kulit atau wayang golek bentuknya seperti manusia biasa. Menceritakan tentang tokoh-tokoh perjuangan tanah air seperti Bung Karno, Drs. Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Jendral Sudirman, H.Agus Salim, dll.
Wayang Wahyu
Wayang wahyu hanya khusus untuk persebaran agama Katholik. Wayang ini digunakan untuk siar/penyebaran agama Katholik. Perkembangan wayang ini sangat terbatas pada lingkungan masyarakat beragama Katholik yang berasal dari suku Jawa. Wayang ini terbuat dari kulit, tetapi corak tatahan sunggingannya naturalistik, yaitu yang tergambar sesungguhnya. Wayang ini menggunakan lakon-lakon dari cerita yang terdapat dalam kitab Injil, abik perjanjian Lama maupun Baru. Pagelaran wayang sama dengan wayang kulit purwa. Lakon yang diamainkan antara lain : Samson, Daud dan Goliath
Wayang Gedog
Gedog berarti kedok atau topeng. Wayang Gedog diciptakan oleh salah seorang Wali Songo, yaitu Sunan Giri. Wayang ini ditandai dengan candra sengkala Gegamaning Naga Kinaryeng Bathara yang artinya tahun 1485 caka atau 1568 masehi. Cerita Wayang Gedog juga merupakan lanjutan dari cerita Wayang Madya, yakni menggambarkan kerajaan Jenggala sampai kerajaan Pajajaran. Wayang Gedog ini juga menceritakan zaman Kediri (Daha). Wayang ini dikatakan sudah punah, hanya sisa-sisanya saja yang masih dapat dilihat di beberapa museum Keraton Surakarta.
Wayang Topeng
Para pemeran tokoh wayang ini masing-masing memakai topeng di wajahnya. Sandiwara semacam ini hampir terdapat di setiap negara. Di Indonesia sandiwara topeng semacam itu terdapat pada suku-Suku yang tidak terpengaruh oleh kebudayaan Hindu. Seperti pada suku Dayak di Kalimantan.
Wayang Kancil
Wayang kancil termasuk wayang modern, yang diciptakan tahun 1925 oleh seorang WNI keturunan Cina bernama Bo Liem. Wayang kancil ini terbuat dari kulit, menggunakan tokoh peraga binatang, dibuat dan disungging oleh Lie To Hien. Wayang kancil pada mulanya dimainkan untuk menuturkan cerita kepada anak-anak tentang kisah binatang yang pandai dan cerdik. Cerita untuk lakon-lakon wayang kancil diambil dari Kitab serat kancil kridamarta karangan Raden Panji Natarata.
Tahun 1943 R.M Sayid memperbanyak kumpulan wayang menjadi sekitar 200 boneka, termasuk sosok-sosok baru seperti perawat dan petugas kelurahan untuk memperluas sebagai wahana pendidikan dalam masyarakat yang kebanyakan tidak dapat membaca.
Wayang Potehi
Wayang potehi berasal dari kata potie yang berarti kain, dan hie yang berarti boneka. Pada mulanya wayang potehi diciptakan oleh 5 orang Cina yang dijatuhi hukuman mati pada masa Dinasti Tsang Tian. Di Indonesia wayang Potehi kebanyakan menceritakan kisah-kisah dari negeri Cina, diantaranya Si Jun Kui, Sam Pek Eng Tay. Tetapi penuturanya sudah menggunakan bahasa Indonesia. Pertunjukan wayang Potehi tidak diiringi gamelan, melainkan alat musik yang bernama gubar-gubar, biola, dan tik-tok.
Jenis-jenis Wayang
Wayang berkembang menjadi beragam jenis, kebanyakan menggunakan Ramayana dan Mahabarata sebagai induk ceritanya. Sedangkan alat peraganya berkembang menjadi beberapa macam antara lain terbuat dari kain, kertas, kulit, kayu, dan juga orang. Perkembangan wayang ini dipengaruhi oleh kebudayaan daerah setempat. Berikut ini beberapa jenis wayang yang ada di Indonesia.
Wayang Beber
Wayang beber iciptakan pada zaman Majapahit sebagai hasil perkembangan dari relief-relief yang Terdapat pada Candi Panataran. Isi cerita tak berbeda dengan Wayang Purwa. Wayang beber terdiri dari adegan-adegan yang dilukis pada kain halus. Satu gulung cerita wayang beber berisi 16 adegan. Berbeda dengan jenis wayang yang lain, wayang beber tidak dipegang oleh sang dhalang. Pada saat pagelaran wayang bagian gambar yang menampilkan adegan lakon itu dibuka dari gulungannya, dan sang dhalang menceritakan kisah yang terlukis dalam adegan.
Wayang beber pada umumnya menceritakan kisah percintaan Raden Panji Asmara Bangun dengan Dewi Galuh Candra Kirana, yang dalam kehidupan rumah tangganya penuh kesengsaraan, namun akhirnya mereka hidup bahagia.Wayang beber banyak dimainkan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian selatan antara lain Solo, Pacitan, dan Kediri. Tehnik membentangkan kain layar inilah yang memberi nama Wayang Beber pada seni pertunjukan tersebut. (beber=bentang). Lakon dalam wayang beber antara lain : Andhe-andhe Lumut, Keong Emas, dan Panji Jaka Kembang Kuning.
Wayang Purwa
Purwa berarti terdahulu atau yang pertama, oleh karena itu lakon wayang purwa menggambarkan kisah tentang kitab Mahabarata dengan inti cerita perang
“Barata Yuda” Yaitu perang saudara keturunan Barata, yaitu antara keluarga Pandawa dan Astina yang memperebutkan kerajaan Amartapura yang akhirnya dimenangkan oleh keluarga Pandawa. Cerita wayang Purwa ini pada awalnya berwujud lukisan yang dibuat pada daun lontar oleh Prabu Jayabaya raja Kediri.
Kemudian di masa kerajaan Majapahit sampai Demak terjadi perubahan bentuk wayang baik teknik maupun bahan baku pembuatan wayang seperti apa yang kita lihat sampai sekarang. Yaitu melalui proses pahatan, lukisan dengan bentuk pandang samping terbuat dari kulit hewan. Wayang terbuat dari kulit tipis mirip kertas kulit dan ukuranya tingginya mulai 6 inci hingga lebih dari 3 kaki. Bentuk tubuh, ukuran, pewarnaan, jenis hiasan kepala, dan gaya pakaian tiap tokoh beberda satu dengan lainya. Lakon dalam wayang purwa antara lain : Baratayuda, Bale sigala-gala, Anoman Duta, dan Dewa Ruci
Wayang Madya
Wayang zaman tengah ini hasil kreatifitas Raja Mangkunegara IV, Surakarta. Isi Ceritanya merupakan kelanjutan dari cerita wayang purwa, yaitu sesudah pemerintahan Prabu Parikesit sampai zaman pemerintahan kerajaan Jenggala Kediri. Menurut Raden Samsudjin, cerita Wayang Madya merupakan saduran dari karangan Pujangga terkenal Raden Ngabehi Ronggowarsito.
Wayang Golek Sunda
Wayang ini berbentuk boneka kecil dengan semacam cempurit untuk pegangan tangan sang dhalang. Sama dengan wayang purwa cerita dalam wayang golek sunda juga menggunakan induk cerita serial Ramayana dan Mahabarata. Wayang golek sunda juga diiringi oleh seperangkat gamelan lengkap dengan pesindennya. Bedanya wayang golek sunda tidak menggunakan kelir sehingga penonton dapat langsung menyaksikan para tokoh wayang yang diperagakan dhalang. Selain wayang golek purwa di Jawa Barat juga terdapat wayang golek pakuan yang menceritakan berbagai legenda tanah Pasundan.
Ada beberapa ciri khusus dalam wayang golek sunda yaitu kepala wayang dapat diputar ke kiri maupun ke kanan. Tangan juga dapat digerakan dengan bebas untuk menari dan bahkan untuk melakukan gerakan beladiri
Wayang Golek Menak
Wayang Golek menak atau disebut juga wayang Tengul. Wayang ini menggunakan peraga wayang berbentuk boneka kecil atau golek yang terbuat dari kayu. Selain berbentuk golek wayang menak juga ada yang berbentuk kulit. Wayang ini diciptakan oleh Ki Trunadipa seorang dhalang dari Baturetno, Surakarta pada zaman pemerintahan Mangkungara VII.
Induk cerita bukan diambil dari Ramayana dan Mahabarata, melainkan dari cerita Menak yang berasal dari negeri Arab. Kisah ceritanya berkisar pada masa perjuangan Nabi Muhammad SAW yang menyebarkan agama Islam. Walaupun tokoh ceritanya orang Arab peraga wayang menak mirip dengan Wayang Golek Sunda, antara lain dengan memberikan kuluk, sumping, jamang, dan sebagainya
Wayang Krucil
Sering dianggap sama dengan wayang Klitik, anggapan itu disebabkan karena wayang krucil terbuat dari kayu pipih. Yang berbeda adalah induk cerita yang diambil lakon-lakonya. Wayang krucil mengambil lakon dari kisah cerita Damar Wulan. Misalnya cerita Damar Wulan Ngenger, yang menceritakan kisah Damar Wulan saat menjadi penggembala. Adalagi cerita Damar Wulan Menakjinggo, ayang mengisahkan pertempuran antara Damar Wulan dan Menakjinggo seorang patih dari Blambangan yang memberontak.
Wayang Klitik
Wayang Klitik terbuat dari kayu pipih yang dibentuk dan disungging menyerupai wayang purwa. Hanya bagian tangan peraga wayang yang bukan dari kayu pipih melainkan terbuat dari kulit, agar lebih awet dan ringan menggerakannya. Pada wayang klitik cempuritnya merupakan kelanjutan dari bahan kayu pembuat wayangnya. Wayang ini diciptakan pada tahun 1648, dan tidak diketahui siapa yang menciptakannya. Pementasan wayang klitik juga diringi gamelan dan pesinden tetapi tidak menggunakan kelir sehingga penonon dapat langsung menyaksikan tokoh wayang.
Wayang Wong / Wayang Orang
Wayang ini sudah dikenal sejak pemerintahan Mangkunegoro IV Surakarta. Isi cerita seperti pada wayang Purwa. Tokoh-tokoh pelakunya dimainkan oleh orang. Dimainkan di atas panggung dengan dekorasi seperti sandiwara. Dalang masih berperan aktif dalam wayang ini. Menurut Mulyadi, dokumen-dokumen resmi tentang asal-usul “wayang orang” tidak ada.
Orang Solo menyatakan bahwa Wayang Orang itu pertama kalinya telah diperintahkan penyelenggaraannya oleh Mangkunegoro V. Menurut orang Yogya. Wayang Orang itu ciptaan Hamengkubuwono I. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya ke dua raja di Solo dan di Yogya itu bukan yang menciptakan melainkan hanya menyempurnakan saja dengan menyamakan bentuk pakaian yang digunakan oleh pelakon dengan bentuk wayang kulit baik dalam pakaiannya, maupun bentuk perhiasan pakaiannya yang disesuaikan dengan gambar wayang kulit.
Awalnya Wayang Orang ini hanya dimainkan di istana oleh keluarga raja, seiring waktu Karena digemari juga oleh rakyat akhirnya dipergelarkan juga untuk rakyat. Rombongan terkenal dari Wayang Orang ini beberapa diantaranya adalah, Ngesti Pandowo (Semarang), Sriwedari (Solo), Cipta Kawedar, dan Bharata (Jakarta).
Wayang Perjuangan / Wayang Suluh
Wayang Perjuangan dinamakan juga Wayang Sandiwara. Cerita wayang ini berupa kebaikan dan keburukan yang menggambarkan betapa kekejaman kolonialis Belanda selama 350 tahun menjajah Indonesia, penjajahan Jepang tiga setengah tahun, sampai zaman kemerdekaan. R.M. Sayid Sala tahun 1944 turut mencipta wayang ini. Ada juga yang memberi nama wayang Perjuangan atau wayang sandiwara ini dengan nama Wayang Suluh karena digunakan sebagai media penerangan atau penyuluhan, seperti yang dilakukan Jawatan Penerangan R.I. / RRI.
Menurut R. Samsoedjin, Wayang Perjuangan atau Wayang Suluh diciptakan oleh Badan Kongres Pemuda R.I. tahun 1946/1947 di Yogyakarta. Adapun bentuk wayangnya Realistis tidak mengalami perubahan bentuk sebagai mana wayang kulit atau wayang golek bentuknya seperti manusia biasa. Menceritakan tentang tokoh-tokoh perjuangan tanah air seperti Bung Karno, Drs. Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Jendral Sudirman, H.Agus Salim, dll.
Wayang Wahyu
Wayang wahyu hanya khusus untuk persebaran agama Katholik. Wayang ini digunakan untuk siar/penyebaran agama Katholik. Perkembangan wayang ini sangat terbatas pada lingkungan masyarakat beragama Katholik yang berasal dari suku Jawa. Wayang ini terbuat dari kulit, tetapi corak tatahan sunggingannya naturalistik, yaitu yang tergambar sesungguhnya. Wayang ini menggunakan lakon-lakon dari cerita yang terdapat dalam kitab Injil, abik perjanjian Lama maupun Baru. Pagelaran wayang sama dengan wayang kulit purwa. Lakon yang diamainkan antara lain : Samson, Daud dan Goliath
Wayang Gedog
Gedog berarti kedok atau topeng. Wayang Gedog diciptakan oleh salah seorang Wali Songo, yaitu Sunan Giri. Wayang ini ditandai dengan candra sengkala Gegamaning Naga Kinaryeng Bathara yang artinya tahun 1485 caka atau 1568 masehi. Cerita Wayang Gedog juga merupakan lanjutan dari cerita Wayang Madya, yakni menggambarkan kerajaan Jenggala sampai kerajaan Pajajaran. Wayang Gedog ini juga menceritakan zaman Kediri (Daha). Wayang ini dikatakan sudah punah, hanya sisa-sisanya saja yang masih dapat dilihat di beberapa museum Keraton Surakarta.
Wayang Topeng
Para pemeran tokoh wayang ini masing-masing memakai topeng di wajahnya. Sandiwara semacam ini hampir terdapat di setiap negara. Di Indonesia sandiwara topeng semacam itu terdapat pada suku-Suku yang tidak terpengaruh oleh kebudayaan Hindu. Seperti pada suku Dayak di Kalimantan.
Wayang Kancil
Wayang kancil termasuk wayang modern, yang diciptakan tahun 1925 oleh seorang WNI keturunan Cina bernama Bo Liem. Wayang kancil ini terbuat dari kulit, menggunakan tokoh peraga binatang, dibuat dan disungging oleh Lie To Hien. Wayang kancil pada mulanya dimainkan untuk menuturkan cerita kepada anak-anak tentang kisah binatang yang pandai dan cerdik. Cerita untuk lakon-lakon wayang kancil diambil dari Kitab serat kancil kridamarta karangan Raden Panji Natarata.
Tahun 1943 R.M Sayid memperbanyak kumpulan wayang menjadi sekitar 200 boneka, termasuk sosok-sosok baru seperti perawat dan petugas kelurahan untuk memperluas sebagai wahana pendidikan dalam masyarakat yang kebanyakan tidak dapat membaca.
Wayang Potehi
Wayang potehi berasal dari kata potie yang berarti kain, dan hie yang berarti boneka. Pada mulanya wayang potehi diciptakan oleh 5 orang Cina yang dijatuhi hukuman mati pada masa Dinasti Tsang Tian. Di Indonesia wayang Potehi kebanyakan menceritakan kisah-kisah dari negeri Cina, diantaranya Si Jun Kui, Sam Pek Eng Tay. Tetapi penuturanya sudah menggunakan bahasa Indonesia. Pertunjukan wayang Potehi tidak diiringi gamelan, melainkan alat musik yang bernama gubar-gubar, biola, dan tik-tok.